A.
Pengertian Iman
I
|
man
secara umum dipahami sebagai suatu keyakinan yang dibenarkan dalam hati,
diikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan amal perbuatan yang didasari
niat yang tulus dan ikhlas dan selalu mengikuti petunjuk Allah SWT serta sunnah
Nabi Muhammad SAW.[1]
Apabila seseorang dikatakan sebagai orang mukmin (orang yang beriman) maka ia
harus memenuhi tiga unsur keimanan yaitu membenarkan dengan hati, mengucapkan
dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Ketika salah satu dari
tiga unsur keimanan tersebut tidak memenuhi, maka orang tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai orang mukmin yang sempurna karena ketiga unsur keimanan
tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Seorang
mukmin yang baik bukanlah yang hanya menunaikan ibadah yang wajib secara
lahiriah semata atau sebatas menjauhi larangan saja, tetapi seorang mukmin yang
sempurna imannya adalah yang bersih hatinya dari segala bentuk pengingkaran dan
keraguan terhadap Allah SWT.[2]
Dalam
Al-Qur’an terdapat sejumlah ayat yang menunjukkan kata-kata iman, diantaranya
terdapat pada firman Allah SWT (QS. Al-Baqarah (2): 165) “Ada pun orang-orang
yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah”. Orang yang beriman kepada
Allah adalah orang yang rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk mewujudkan
harapan atau kemauan yang dituntut Allah SWT kepadanya.[3]
B.
Rukun Iman
R
|
ukun
iman yang dipahami oleh kaum muslimin secara umum meliputi Iman Kepada Allah
SWT, Iman Kepada Malaikat, Iman Kepada Kitab Allah, Iman Kepada Nabi dan Rasul
Allah, Iman Kepada Hari Akhir, dan Iman Kepada Qadha dan Qadar.
1.
Penjelasan
Tentang 6 Rukun Iman:
a)
Iman Kepada Allah SWT
Beriman kepada Allah SWT merupakan pangkal dari
keimanan seseorang, tanpa iman kepada Allah SWT tidak mungkin seseorang dapat
mengimani para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir,
Qadha dan Qadar.[4]
Allah SWT ialah Tuhan seluruh alam, dialah yang berhak disembah, bukan yang
lain, serta pemilik segala sesuatu.
Beriman
kepada Allah SWT adalah wajib, Dialah Tuhan yang sebenarnya, yang menciptakan
segala sesuatu dan Dialah yang pasti adanya, Dialah yang pertama tanpa
permulaan dan akhir tanpa penghabisan; tiada sesuatu yang menyamai-Nya, yang
Esa tentang ketuhanan-Nya, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-Nya; yang hidup dan
pasti ada dan mengadakan segala yang ada; yang mendengarkan dan yang melihat;
dan Dialah yang berkuasa atas segala sesuatu, jika ia menghendaki sesuatu ia
hanya berfirman “jadilah” maka jadilah sesuatu tersebut, dan Dia mengetahui
segala yang dikerjakan manusia, yang bersabda dan memiliki segala sifat
kesempurnaan, yang suci dari sifat mustahil dan segala kekurangan, Dialah yang
menjadikan sesuatu menurut kemauan dan kehendak-Nya, segala sesuatu ada
ditangan-Nya dan kepada-Nya akan kembali.[5]
Allah
SWT menegaskan dalam firman-Nya “Maka berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada cahaya (Al-Qur’an) yang telah kami turunkan. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. At-Thagabun (64)
b)
Iman Kepada Malaikat
Malaikat
adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang diciptakan dari Nur (Cahaya), ia tidak
dapat dilihat atau diindrai dengan pancaindra manusia, dan malaikat mempunyai
tugas-tugas yang diberikan oleh Allah SWT dan tidak sedikit pun melanggar dari
perintah Allah SWT. Sebagai konsekuensi dari beriman kepada Allah, maka orang
islam harus pula beriman kepada malaikat; malaikat tersebut, seperti dijelaskan
oleh hadits Aisyah R.A diciptakan dari Nur
(Cahaya), sedangkan jin diciptakan dari Nar
(Api).
Diriwayatkan dari Aisyah R.A beliau mengatakan bahwa
Rasulullah SAW pernah bersabda: malaikat itu diciptakan dari Nur (Cahaya),
sedangkan jin diciptakan dari Nar (Api), dan adam (manusia) diciptakan dari apa
yang telah diterangkan kepadamu semua. (H.R. Muslim).[6]
Dadang Hawari (1999: 433) dalam tulisannya
menyatakan bahwa “keimanan kepada malaikat sangat penting bagi individu
mengingat, manusia dalam perjalanan hidupnya sering melanggar rambu-rambu moral
dan etika dalam hubungannya dengan manusia lain”.[7]
Dengan mempunyai keimanan kepada malaikat, manusia dalam hidupnya akan merasa ada
yang mengawasi disetiap individu ada dua malaikat yang selalu bersama kita
untuk melihat dan mencatat tingkah laku di bumi ini, oleh karena itu setiap
individu harus lebih berhati-hati dalam bertindak dan berucap.
c)
Iman Kepada Kitab Allah
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia iman diartikan sebagai kepercayaan atau keyakinan,
sedangkan kitab (jama’nya kutub)
adalah bentuk mashdar dari kata ka-ta-ba yang berarti menulis, setelah
menjadi mashdar artinya menjadi
tulisan atau yang ditulis; yang dimaksud dengan kitab-kitab Allah dalam tulisan
ini adalah kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah kepada para nabi dan
rasul-Nya.[8]
Iman kepada kitab Allah mengandung makna bahwa individu meyakini bahwa ada
kitab suci yang diturunkan Allah melalui rasul-rasul pilihannya, salah satu
diantaranya adalah Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
menjadi pedoman hidup bagi manusia sepanjang zaman, agar selamat di dunia dan
akhirat.[9]
d)
Iman Kepada Nabi dan Rasul Allah
Arkanul
iman yang keempat adalah percaya kepada Rasul Allah. Rasul yang berarti utusan
mengandung makna manusia-manusia pilihan yang menerima wahyu dari Allah dan
betugas untuk menyampaikan isi wahyu (berita gembira dan pemberi peringatan [basyiran
wa nadzira]) kepada tiap-tiap umatnya. Berbagai ayat dalam Al-Qur’an menjelaskan
tentang Rasul; ada yang diceritakan di dalam Al-Qur’an, ada juga sebagian yang
tidak diceritakan. Rasul yang disebutkan namanya dalam Al-Qur’an hanyalah
sebanyak 25 orang. Dalam Al-Qur’an surah Al-Mu’min (40) ayat 78 ditegaskan
sebagian dari rasul ada yang diceritakan dan sebagian ada yang tidak
diceritakan.
Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rasul
sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara
mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi
seseorang Rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah. Maka
apabila telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan dalil
dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.[10]
Iman
kepada Nabi dan Rasul merupakan fondasi penting dalam islam; ia merupakan
bagian dari rukun iman. Dalam kepercayaan islam, yang menghiasi tafsir terhadap
Al-Qur’an tentang Nabi, ada yang menyebutkan bahwa jumlah nabi ada 124.000
orang. Namun berdasarkan yang disebut dalam Al-Qur’an, ada 25 Nabi dan Rasul,
yaitu Adam, Idris, Nuh, Hud, Shaleh, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Ya’qub,
Yusuf, Ayyub, Syuaib, Musa, Harun, Dzulqifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa,
Yunus, Zakaria, Yahya, Isa, dan Muhammad.[11]
Beriman
kepada Allah tidak mungkin dipisahkan dengan beriman kepada Rasul-Nya, sebab
ajaran Allah yang disampaikan kepada ummat manusia adalah melalui Rasul. Oleh
karena itu Allah menghukumi orang yang menolak beriman kepada Rasul sebagai
orang yang durhaka, bahkan menggolongkannya sebagai orang kafir.[12]
Terlepas
dari perdebatan jumlah nabi, yang umum disepakati oleh para ulama bahwa Nabi
dan Rasul memiliki beberapa perbedaan, antara lain adalah:[13]
(1) Rasul
lebih tinggi dari jenjang Nabi.
(2) Rasul
diutus kepada kaum yang kafir, sedangkan Nabi diutus kepada kaum yang telah beriman.
(3) Syari’at
para Rasul berbeda antara satu dengan yang lainnya, atau dengan kata lain bahwa
para Rasul diutus denga membawa syari’at baru.
(4) Seluruh
Rasul yang diutus, Allah selamatkan dari percobaan pembunuhan yang dilancarkan
oleh kaumnya.
e)
Iman Kepada Hari Akhir
Iman
kepada “hari akhir” mengandung makna bahwa individu meyakini bahwa pada saat
yang tidak diketahui secara pasti akan datang hari penghabisan dari hari-hari
di dunia atau disebut pula sebagai “hari kiamat”, pada hari itu bumi bergoyang
mengeluarkan segala isinya, kemudian lenyap dan diganti dengan bumi yang lain,
gunung-gunung pecah beterbangan menjadi pasir, langit terbelah hancur menjadi
minyak, matahari digulung dan bintang-bintang berjatuhan. Pada saat itu amal
setiap manusia baik atau buruk diperhitungkan dan mendapat balasannya.[14]
Secara
filosofis segala sesuatu yang ada di alam ini pasti berakhir dan mengalami
kehancuran. Tidak satu pun di dunia ini yang dapat bertahan dari kerusakan dan
kebinasaan. Kehidupan manusia di dunia digambarkan dengan istilah datang dan
pergi. Setiap saat ada yang lahir dan ada pula yang mati. Perhatikan proses
perkembangan dan pertumbuhan hidup manusia; lahir, anak-anak, remaja, dewasa,
tua, dan mati. Namun, fakta kehidupan menunjukkan proses tumbuh kembang
kehidupan manusia tidak selalu lurus; ada manusia yang mati pada saat dalam
kandungan, ada yang mati pada saat remaja, dewasa, dan tua. Berakhirnya
kehidupan tidak dipungkiri oleh akal manusia. Namun peristiwa setelah kematian
dan hancurnya alam semesta merupakan misteri besar bagi akal manusia.[15]
f)
Iman Kepada Qadha dan Qadar
Qadha
biasanya diterjemahkan dengan berbagai arti seperti kehendak dan perintah.
Qadar berarti batasan, menetapkan ukuran. Dalam buku teks pendidikan agama
islam yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Pendidikan
Agama Islam, dikutip dari Ar-Raghib dikatakan bahwa Qadar ialah menentukan
batas (ukuran) sebuah rancangan, seperti besar dan umur alam semesta, lamanya
siang dan malam, anatomi dan fisiologi makhluk nabati dan hewani, dan
lain-lain. Sedangkan Qadha ialah menetapkan rancangan tersebut atau secara
sederhana Qadha adalah ketetetapan Allah yang telah ditetapkan (tetapi tidak
diketahui), sedang Qadar ialah ketetapan Allah yang telah terbukti (diketahui
sudah terjadi).[16]
Iman
kepada takdir Allah mengandung makna bahwa ada ketentuan Allah yang pasti
berlaku untuk setiap individu, apa yang diupayakan individu bisa terwujud hanya
dengan izin Allah, musibah yang menimpa individu juga tidak mungkin terjadi
tanpa izin Allah. Individu yang telah mengimani takdir dengan sepenuh hati
(ridha) menerima ketentuan Allah yang berlaku atas dirinya sambil terus menerus
berikhtiar.[17]
Mengenai Qadha dan Qadar muhammadiyah menyatakan:
Kita wajib
percaya bahwa Allah yang telah menciptakan segala sesuatu dan Dia telah
menyuruh dan melarang. Dan perintah Allah adalah kepastian yang telah
ditentukan. Dan bahwasannya Allah telah menentukan segala sesuatu sebelum Dia
menciptakan segala kejadian dan mengatur segala yang ada dengan pengetahuan,
ketentuan, kebijaksanaan, dan kehendak-Nya. Ada pun segala yang dilakukan oleh
manusia itu semuanya atas Qadha dan Qadar-Nya. Sedangkan manusia sendiri hanya
dapat berikhtiar.[18]
Dari
simpulan di atas bisa dipahami, bahwa ada hikmah di balik keyakinan terhadap
takdir Allah yaitu:[19]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar